Minggu, 09 Juli 2017

Fonologi dalam Linguistik Umum



FONOLIGI DALAM LINGUISTIK  UMUM
            Secara etimologis  kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti bunyi dan logi yang berarti ilmu. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi bahasa yang di produksi oleh alat–alat ucap manusia.
Yang di kaji fonologi ialah bunyi–bunyi bahasa sebagi satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan antar bunyi yang membentuk silabel atau suku kata. Serta juga dengan unsur-unsur suprasegmentalnya seperti tekanan, nada, hentian dan durasi.
Satu tingkat diatas satuan silabel ialah satuan morfem yang menjadi objek kajian linguistik morfologi. Bedanya silabel dengan morfem adalah kalau silabel tidak memiliki makna, maka morfem mempunyai makna. Secara kuantitatif sebuah morfem, bisa sama atau lebih besar dari pada sebuah silabel.
Morfologi yang lazim di artikan sebagai kajian mengenai proses – proses pembentukan kata dalam kajiannya juga masih memerlukan bantuan kajian fonologi. Misalnya dalam kasus yang disebut morfofonemik akan dibicarakan adanya peruban bunyi, penambahan bunyi, pergeseran bunyi, dan sebagainya sebagai akibat dari adanya proses pertemuan morfem dengan morfem, terutama antara morfem afik dengan morfem dasar atau morfem akar.
Dalam beberapa bahasa tertentu unsur suprasegmental yang juga menjadi objek kajian fonologi seperti nada, tekanan, dan durasi akan memberi makna pula tehadap wujud sebuah morfem atau kata. Jadi kajian fonologi masih terlibat dalam kajian morfologi.
Di atas satuan morfem ada satuan ujar yang disebut kata, frase, klausa dan (kalau ujarannya dalam bentuk wacana) kalimat, yang menjadi objek kajian linguistik bidang sintaksis. Dalam kajian sintaksis ini fonologi juga masih terlihat karena seringkali makna sebuah ujaran (kalimat) tergantung pada unsur-unsur suprasegmentalnya. Misalnya ujaran “guru baru datang” akan bermakna ‘guru itu terlambat’. Apabila diberi jeda antara kata guru dan kata baru; tetapi akan bermakna ‘guru itu baru diangkat’. Apabila di beri jeda antara kata “baru” dan kata “datang”.
Begitu juga, sebuah ujaran (kalimat) yang sama akan berbeda modus dan maknanya apabila di beri intonasi final yang berbeda. Kalau diberi intonasi deklaratif kalimat itu menjadi sebuah kalimat deklaratif, kalau diberi intonasi introgatif kalimat itu akan berubah menjadi kalimat introgatif; dan kalau intonasi interjektif akan menjadi sebuah kalimat interjektif.
            Fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat membedakan makna kata atau tidak. Hal ini berbeda dengan fonemik yang meneliti bunyi-bunyi bahasa dengan melihat bunyi itu sebagai satuan yang dapat membedakan makna kata.
            Kemudian, berdasarkan dimana beradanya bunyi bahasa itu sewaktu dikaji, dibedakan adanya tiga macam fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Sewaktu bunyi itu berada dalam proses produksi di dalam mulut penutur, dia menjadi objek kajian fonetik artikulatoris atau fonetik organis. Sewaktu bunyi bahasa itu berada atau sedang merambat di udara menuju telinga pendengar, dia menjadi objek kajian fonetik akustik. Lalu, sewaktu bunyi bahasa itu sampai atau berada di telinga pendengar, dia menjadi objek kajian fonetik auditoris.
            Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Pembahasannya, antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa itu; mekanisme arus udara yang digunakan dalam memproduksi bunyi bahasa; bagaimana bunyi bahasa itu dibuat; mengenai klasifikasi bunyi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan; mengenai silabel; dan juga mengenaio unsur-unsur atau ciri-ciri suprasegmental, seperti tekanan, jeda, durasi, dan nada.
            Fonetik akustik yang objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicrakan: gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spectrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala desibel, resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian fonetik akustik lebih mengarah kepada kajian fisika dari pada kajian linguistik, meskipun linguistik memiliki kepentingan di dalamnya.
            Fonetik audiotori meneliti bagaimana bunyi-buyni bahasa itu “diterima” oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu di dengar dan dapat di pahami. Dalam hal ini tetunya pembahsan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga bisa dipahami. Oleh karena itu, kiranya kajian fonetik audiotori lebih berkenaan dengan ilmu kedokteran, termasuk kajian neurologi.
            Dari ketiga jenis fonetik itu jelas yang paling berkaitan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris, karena fonetik ini sangat berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi atau dihasilkan. Sedangakan fonetik akustik lebih berkenaan dengan kajian fisika, yang dilakukan setelah bunyi-bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat di udara. Kajian mengenai frekuensi dan kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang fisika bukan bidang linguistik. Begitupun kajian linguistik audiotoris lebih berkaitan dengan ilmu kedokteran dari pada linguistik. Kajian mengenai struktur dan telinga jelas mengenai struktur kedokteran.






DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta





A.    SEJARAH FONOLOGI
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik Paris, 24 mei 1873, Dufriche Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand De Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal bahasa – bahasa Indo eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –bahasa anggotanya. Sejarah fonologi dalam makalah ini akan lebih mengkhususkan membahas mengenai istilah fonem. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran dalam fonologi.
a.     Aliran Kazan
Dengan tokohnya Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi – bunyi yang secara fonetis berlainan disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda, bunyi – bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Pada 1880, Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang dianggapnya tidak bermanfaat. Pada 1925, paul passy mempertegas kritik tersebut.
Ferdinand De Saussure.
Dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” ‘ Kuliah Linguistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia.dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsure – unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan criteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik.
Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
Dengan konsep – konsepnya, meskipun tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun fungsi, Saussure dianggap telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang kemudian diadaptasi oleh aliran Praha.
b.     Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para linguisdi La Haye, april 1928. Pada 1932 jakobson mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
c.     Aliran Amerika
Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925), seorang etnolog dan linguis yang terutama memeliti bahasa – bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem fonologi bersifat bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield , yang karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi – definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain – lain.
Sifat behaviouris dan antimentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku dimana sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk menghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah sesuatu yang penting. Pada tataran fonologi umum, pionir fonologi Amerika lainnya, W.F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan – satuan fonologis bersifat relasional.  Daniel Jones dan Aliran Fonetik Inggris Sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di University of London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggelti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa – bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919, dalam “ Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem yang berciri distribusional.
Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara – cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih – alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudutpandangfonologis.
B.    Perkembangan Fonologi
Tahun 1960-an sampai 1970-an menandai dimulainya kajian – kajian empiris tentang bahasa Indonesia maupun bahasa – bahasa lain. Contoh karya – karya yang muncul antara lain :
a. Artikel tentang fonologi bahasa jawa dan sistem fonem dan ejaan (1960) oleh samsuri. Ciri – ciri penelitian pada saat itu adalah dipengaruhi oleh gerakan deskriptivisme, menganut aliran neo Bloomfieldian dan bersifat behaviouristik, ketat dalam metodologi dan bahasa lisan menjadi objek utama.
b. Lalu pada tahun 1970an masuk konsep fonem dan wawasan tentang unsur suprasegmental oleh amran halim, dan Hans Lapoliwa dengan fonologi generatifnya.
Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistic Indonesia saat ini diperlukan survey lagi yang lebih mendalam.

C.    Pengertian Fonologi
Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi.  Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam Fonologi kita sebut dengan istilah fonem.
Fonem tidak memiliki makna, tapi peranannya dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat membedakan makna. Misalnya saja fonem [l] dengan [r]. Jika kedua fonem tersebut berdiri sendiri, pastilah kita tidak akan menangkap makna. Akan tetapi lain halnya jika kedua fonem tersebut kita gabungkan dengan fonem lainnya seperti [m], [a], dan [h], maka fonem [l] dan [r] bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/. Bagi orang Jepang kata marah dan malah mungkin mereka anggap sama karena dalam bahasa mereka tidak ada fonem [l]. Oleh karena itulah sangat penting bagi kita untuk mempelajari Fonologi.
Sekarang coba Anda perhatikan bunyi gebrakan tangan di atas meja. Apakah bunyi tersebut termasuk ke dalam kategori fonem? jika Anda menjawab Iya, Anda harus membaca kembali kalimat sebelumnya. Tapi, jika jawaban Anda Bukan..Selamat! Anda telah berhasil memahami tentang fonem. Bunyi gebrakan tangan di atas meja mungkin bisa memiliki makna atau pun membedakan makna, tapi apakah bunyi tersebut termasuk ke dalam bunyi bahasa..silahkan Anda perhatikan dengan baik.
Fonem dalam bahasa Indonesia terdiri atas empat macam. Ada fonem yang benar-benar asli dari bahasa Indonesia, namun ada pula fonem yang berasal dari berbagai bahasa lain namun penggunaannya sudah dibakukan. Dalam pembahasan berikut, saya tidak akan membedakan antara fonem yang asli dengan fonem yang serapan.
Menurut Hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasanya dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
            Marilh kita lihat percakapan ini :
            Orang I : apakah tugasmu hari ini?
            Orang II : membuat resensi buku­­
            Orang I : resensi buku? buku siapa?
            Orang II : ah, buku dalam bahasa arab
            Orang I: dalam bahasa arab?
            Orang II: ya,kita kan mahasiswa bahasa arab.
Dari percakapan sependek ini kita hanya mendengar deretan bunyi baik yang dikeluarkan oleh orang I maupun orang II. Bunyi-bunyi ini disebut, bunyi bahasa yang  kebetulan kita mengerti, karena kita adalah penutur bahasa Indonesia. Seandainya ada orang jerman yang kebetulan mendengar percakapan ini, pasti dia tidak mengerti bahasa Indonesia. Ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya, untuk membedakan makna leksikal disebut fonologi  ( phonology). Di Amerika istilah fonologi disebut fonemik (phonemics) sedangkan di eropa disamping fonemik terdapat pula fonetik. Jadi, bagi sarjana di eropa, misalnya Belanda dan Inggris terdapat fonetik dan fonologi, sedangkan di Amerika Serikat, baik fonetik maupun fonemik dibicarakan dalam satu tataran yang disebut fonologi.

D.    BIDANG PEMBAHASAN FONOLOGI
Fonologi mempunyai dua cabang kajian,
Pertama, fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:
a)     fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
b)     fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.
c)      fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu  kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi[r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
istilah lain yang berkaitan dengan Fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal.

fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf. Unluk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
1.      udara,
2.      artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
3.      titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan.  Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .
E.    KEDUDUKAN FONOLOGI DALAM CABANG-CABANG LINGUISTIK
Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.
1.  Fonologi dalam cabang Morfologi
Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks   {-kan}.
2.  Fonologi dalam cabang Sintaksis
Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
3. Fonologi dalam cabang Semantik
Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.




F.    Hal- hal terkait fonologi
a.      Fonem
Fonem adalah kesatuan bunyi yang terkecil dan sistem bunyi-bunyi bahasa yang dapat berfungsi sebagai pembeda makna. Dan fonem juga adalah  merupakan objek kajian dalam ilmu fonemik.
b.      Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi, lalu membandingkannya dengan satuan kata yang lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. kalau ternyata kedua satuan bahasa itu mempunyai makna yang berbeda maka dapat kita simpulkan bahwasanya bunyi tersebut adalah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa tersebut. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kata “tajam” dengan ”talam”. Keduanya memiliki kemiripan bunyi bahkan jumlah bunyinya sama (lima bunyi). “Ternyata perbedaannya hanya pada bunyi “J” dan “l”. Maka dengan demikian,dapat disimpulkan bahwa bunyi “j” dan  “l” dalam bahasa Indonesia adalah fonem, karena berfungsi dalam membedakan makna. Dalam bahasa arab juga ditemukan adanya fonem, misalnya pada kata “ ذنوب“ dengan “ زنوب“ yang mempunyai arti yang berbeda yaitu “dosa-dosa” dan “bulu ketiak”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sejarah OSIS singkat

Sejarah OSIS singkat Bisa ditonton di link ini yaa  https://youtu.be/P5eLe4nN2B0

Makalah Kalimat